Subscribe:

Ads 468x60px

Sample text

Social Icons

Social Icons

Featured Posts

Jumat, 14 September 2018

#2019GantiPresiden, Melanggar Demokrasi Indonesia?


Menjelang tahun kontestasi politik di 2019, Indonesia tengah digucang berbagai isu, salah satunya yang kini sedang viral di media sosial adalah kemunculan tagar ‘#2019GantiPresiden’.  Polemik yang terjadi semakin gencar berkembang di era teknologi disruptif media sosial saat ini, dimana media sosial dijadikan sarana menyalurkan pemikiran secara cepat dan tidak terkontrol. Kondisi di perparah karena terdapat oknum yang terang – terangan melakukan aksi melalui media sosial seperti melakukan Black Campaign (kampanye terselubung), Negative Campaign (kampanye negatif) dan Hate Speech (ujaran kebencian). Fenomena ini mengancam terjadinya ketidakstabilan karena kerap memicu berbagai aksi masyarakat sipil yang merasa terdiskreditkan dengan isu politik yang kian berkembang.
Perang tagar ‘#2019GantiPresiden’ bersambut dengan tagar lainnya yang menyatakan ‘#2019TetapJokowi’, keduanya saling bersautan memenuhi beranda media sosial. Kemunculan tagar ‘#2019GantiPresiden’ berasal dari kubu oposisi yang kecewa dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, sementara ‘#2019TetapJokowi’ muncul dari kubu pendukung Jokowi. Tidak ada yang salah dengan aksi yang dilakukan kubu oposisi di media sosial ini, karena itu merupakan cara bagi kelompok oposisi untuk menyuarakan aspirasinya.

Pro dan Kontra Kemunculan tagar '#2019GantiPresiden'

Berbagai tanggapan pro dan kontra kian bermunculan, tidak terkecuali dari kubu pendukung pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo saat ini. Beberapa pihak yang kontra menilai kemunculan tagar ‘#2019GantiPresiden’ dianggap dapat mengancam kesatuan Indonesa dan memicu konflik baru. Selain itu, hal ini uga dinilai akan menyulut suatu gerakan baru yang dapat mengancam stabilitas Indonesia seperti Aksi Damai 212 di akhir tahun 2016 lalu.
Kelompok masyarakat yang kontra terhadap kemunculan tagar ‘#2019GantiPresiden’ mengklaim bahwa aksi ini telah melanggar konstitusi. Namun pada kenyataanya tidak ada yang salah dengan fenomena ini. fenomena ini merupakan salah satu bentuk saluran bagi kelompok oposisi sebagaimana memang tugasnya untuk megontrol dan mengkritik pemerintah. Kelompok oposisi ini merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam setiap Negara demokrasi. Jika kelompok oposisi ini tidak ada, Indonesia tidak benar – benar menjalankan demokrasi. Maka bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali ke masa otoriter seperti era Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Dimana kebebasan menjadi sangat terbatas.
Indonesia kini mengklaim dirinya adalah Negara yang demokratis, namun apabila setiap kali kelompok oposisi dan masyarakat sipil menjalankan tugasnnya, justru mendapatkan tekanan yang represif. Menurut seorang Ilmuan politik dari Harvard University Amerika Serikat Samuel P Huntington fenomena seperti demokrasi yang terjadi di Indonesia kini menendakan telah lahirnya  demokrasi semu.
Menurut pengamatan Huntington, dalam membentuk suatu masyarakat demokrasi modern, prasyarat utama adalah Negara itu harus sudah stabil dari segi ekonomi dan politik. Stabilitas itu dapat dibentuk melalui peranan militer. Sehingga jika suatu Negara meng klaim dirinya telah demokrasi, namun pada kenyataannya dalam segi prekonomian dan politiknya masih labil, maka Negara itu dikategorikan kedalam Negara demokrasi semu.
Sementara itu, dalam menciptakan suatu Negara demokrasi yang modern, oposisi memang harus ada dan bukan hanya berbentuk institusi-institusi dalam pemerintahan tetapi perilaku oposisi ini juga harus tercermin dalam kehidupan masyarakat. Sarana kelompok oposisi dalam mengkritik dan mengontrol pemerintahan tidak hanya berbentuk partai politik saja tetapi juga dapat berupa lembaga – lembaga Civil Society yang  bergerak dalam berbagai bidang yang ada di setiap sendi kehidupan masyarakat. Lembaga civil Society memiliki tugas yang sama sebagaimana partai politik oposisi pemerintah.
Robert Dahl seorang Professor Ilmu Politik dari Yale University Amerika Serika, dalam tulisannya berjudul Political Opposition in Western Democracy, mengklaim bahwa partai oposisi merupakan penemuan sosial terbesar yang memberikan pengaruh besar di Negara – Negara barat. Oposisi yang demokratis berimplikasi dengan toleransi dalam berbagai sudut pandang. Dalam konteks ini perbedaan sudut pandang itu harus di ekspresikan, sebagai upaya masyarakat sipil untuk mengkritisi dan mengontrol pemerintah.

Partai Politik Sebagai Sarana Pendidikan Demokrasi dan Politik Masyarakat

Indonesia sudah saatnya kembali ke jalur yang benar dalam menata sebuah Negara demokrasi yang modern. Untuk menciptakan Negara demokrasi modern ini harus ada kesimambungan antara kubu pemerintahan dan kubu oposisi. Hal yang kini menjadi viral seperti kemunculan ‘#2019GantiPresiden’ bersama tandingannya ‘#2019TetapJokowi’ tidak seharusnya memicu konflik dan permasalahan baru. Khususnya di tengah suhu politik yang panas menuju kontestasi politik Indonesia di tahun 2019. 
Tugas pemerintah saat ini adalah membangun kesadaran politik masyarakat Indonesia. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berpendidikan tinggi justru memilih apatis terhadap dunia politik. ketidakpahaman politik inilah pada akhirnya akan dimanfaatkan oknum – oknum masyarakat untuk memperoleh kekuasaan, yang bukan tidak mungkin akan digunakna dengan sewenang- wenang.
Apatisme politik ini juga yang pada akhirnya memicu konflik dalam masyarakat, seperti munculnya ‘ujaran negatif’ yang mendiskreditkan kubu oposisi pemerintah yang mengomentari tagar ‘#2019GantiPresiden’. Jelas hal ini menunjukan bahwa pendidikan politik harur terus di galakan dalam masyarakat di berbagai darah di Indonesia, tanpa memandang strata pendidikan. Pendidikan politik dan demokrasi ini, menjadi salah satu tugas pokok dari partai politik di Indonesia. Sumber Daya Manusia yang handal perlu ditingkatkan agar partai politik mampu dengan optimal menjadi sarana pendidikan demokrasi dan politik dan sarana agregasi kepentingan masyarakat Indonesia kepada pemerintah. (RR)






Jumat, 03 November 2017

Legalitas Untuk Rohingya di Negara Muslim ASEAN


Indonesia dan Malaysia sebagai Negara muslim terbesar di ASEAN menjadi negara destinasi utama bagi pengungsi Rohingya. Dukungan kemanusiaan yang besar dan penerimaan warga lokal yang baik mebuat para pengungsi merasa nyaman dan mendapat perlindungan. Namun, keduanya memiliki kebijakan berbeda terhadap penanggulangan pengungsi. Tulisan ini mencoba membandingkan kebijakan pemerintah Indonesia dan Malaysia yang bestatus sebagai Negara transit sementara terkait keterbukaan terhadap pengungsi Etnis Muslim Rohingya.

Sejalan dengan teori konsep kekuasaan dalam buku Teori Perbandingan Politik Ronald H. Chilcote, David Easton mengatakan bahwa kekuasaan bersandar pada kemampuan untuk mempengaruhi tindakan pihak lain, mengontrol cara – cara yang dibuat pihak lain, dan melaksanankan keputusan – keputusan yang menentukan kebijakan. Kebijakan, dengan demikian “terdiri atas jaringan keputusan dan tindakan yang mengalokasikan nilai – nillai (Easton 1953:130). Aksi gerakan sosial di Indonesia dan Malaysia cukup sukses mendorong pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk memberikan perlindungan pada pengungsi Rohingya.

Berbagai elemen gerakan sosial yang tergabung dalam aksi solidaritas untuk muslim rohingya telah di lakukan di Jakarta dan Kuala Lumpur. Aksi 16 September 2017 di Jakarta telah menyedot simpati masyarakat Indonesia tidak hanya umat mulim saja, namun berbagai elemen masyarakat yang berjumlah ribuan orang dari berbagai daerah turut berkumpul untuk menggalang dana. Aksi serupa juga terjadi di Malaysia awal desember 2016 lalu. Ribuan warga Malaysia turun ke jalanan untuk melakukan aksi solidaritas.

Legalitas Pengungsi Rohingya

            Dalam penanganan pengungsi, Indonesia berasaskan pada Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian. Meskipun belum meratifikasi konvensi pengungsi PBB tahun 1951, dalam perlindungan hukum pengungsi, pemerintah Indonesia menggunakan ketentuan yang ada pada konvensi tersebut. Meliputi prinsip tidak memulangkan (non refoulment), tidak mengusir (non expulsion), tidak membedakan (non discrimination), dan tidak memberlakukan tindak hukum pidana bagi para pengungsi.

     Bantuan dana dari organisasi kemanusiaan di manfaatkan pemerintah Indonesia untuk membangun fasilitas khusus. Di Blang Adoe, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh sejak tahun 2015 didirikan pemukiman khusus lengkap dengan Masjid besar dan taman bermain anak – anak. Seperti halnya di Indonesia, malaysia juga memiliki tempat khusus untuk menampung para pengungsi. Pusat – pusat tahanan imigrasi untuk menampung imigran banyak berdiri di Malaysia. Namun, tempat penampungan sementara bagi muslim Rohingya ini di khususkan bagi warga asing tanpa dokumen resmi. Kedua Negara ini menyediakan fasilitas khusus. Namun, pemerintah Indonesia cenderung lebih reaktif dari segi penanganan dengan tidak mempermasalahkan legalitas pengungsi. Sementara Malaysia masih menganggap pengungsi Rohinya sebagai imigran illegal.

UNHCR (United Nations High Commisioner for Refugee) Komisi tinggi PBB untuk urusan pengungsi telah melakukan upaya negosiasi dengan pemerintah Myanmar dan negara - negara penerima suaka. Upaya UNHCR melindungi pengungsi Berpedoman pada konvensi PBB Tahun 1951 tentang status pengungsi dan protokolnya tahun 1967. Seperti di jelaskan dalam buku Pedoman Kedaruratan Komisi Tinggi PBB untuk urusan penngungsi. Dalam usaha penanganan masalah pengungsi, UNHCR bekerjasama secara kemitraan dengan pemerintah – pemerintah, organisasi – organisasi regional, lembaga – lembaga non pemerintah (LSM) nasional dan Internasional.

Indonesia dan Malaysia belum meratifikasi kebijakan tersebut sehingga tidak memiliki otoritas dalam penerimaan suaka pengungsi rohingya. Pemerintah kedua Negara tidak berwenang memberikan perlindungan secara utuh dalam penanggulangan pengungsi rohingya. Jika pemerintah sejak awal ikut terlibat dengan bersedia menerima ratifikasi, maka Indonesia dan Malaysia dapat memberikan legalitas secara rsmi pada pengungsi rohingya sebagai imigran. 

            Hingga saat ini, Indonesia dan Malaysia masih berstatus sebagai Negara transit kerena tidak ikut meratifikasi konvensi PBB tahun 1951. Pemerintah Indonesia dan Malaysia hanya memberikan waktu tempo satu tahun bagi para pengungsi rohingya untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Negara penerima Suaka atau kembali ke tempat asalnya. Pemerintah Indonesia beralasan penundaan ratifikasi karena terdapat faktor eksternal dan internal yang harus di perhatikan terkait keamanan dan ketahanan Negara. Sementara Malaysia merasa belum perlu meratifikasi karena sejauh ini mereka dapat menanggulagi pengungsi rohingya dengan baik.


Keduanya sama – sama  tidak memiliki wewenang khusus untuk secara resmi menerima pengungsi Rohingya. Berbagai bentuk bantuan yang dilakukan merupakan bentuk preventif pemerintah menjaga stabilitas politik dalam negeri. Karena begitu banyak masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi menuntut pemerintah lebih reaktif dalam krisis kemanusiaan rohingya. Hal itu dilakukan guna meredam konflik sosial dalam internal Negara.

-RR-

Selasa, 24 Oktober 2017

Revolusi Marxist


Bicara tentang ideologi Marxisme sangat identik dengan paham komunisme. Komunisme yang belakangan ini sedang hits di Indonesia tidak terlepas dari paham Marxisme yang di bawa Oleh seorang Filsuf asal jerman Bernama Karl Marx. Marx lahir pada tahun 1818 di Treves, Jerman. Seorang anak dari keluarga yahudi golongan menengah yang telah memeluk agama protestan. Marx meraih gelar Doktor di bidang filsafat di Jena pada tahun 1841.

Banyak orang terobsesi dan begitu mengagumi pemikiran Marx. Mereka ini di sebut dengan Marxist sedangkan ajaran yang dibawa Marx sendiri disebut Marxisme yang berisi ajaran yang kini kita kenal dengan sebutan komunime. Semua komunis di dunia adalah penganut ajaran Marxisme. Namun, tidak semua Marxist adalah Komunis.

Ajaran komunisme sendiri lahir sebagai kritik terhadap ideologi liberalisme. Marx menganggap librealisme merupakan ajaran yang jahat. Liberalisme yang mengutamakan individualisme telah mendorong kaum kapitalis untuk terus memperkaya diri. Di sisi lain kaum buruh terus tertindas dan semakin terpuruk kehidupannya. Dalam teori Marxist, Marx sudah menggambarkan kondisi Masyarakat di bawah ideologi liberalisme dimana kaum kapitalis semakin  kaya dan kaum proletaris (buruh) semakin terpuruk dan miskin.  

Dalam ideologi liberalisme setiap orang dapat memperoleh kebahagiaan materialistik sebagai bayaran atas upaya dan kerja keras yang dilakukannya. Setelah revolusi industri, ideologi liberalism terus berkembang mejadi ideology liberalisme kapitalis. Dimana terjadi persaingan antara kaum kapitalis dalam suatu industri di Negara eropa. Dengan modal besar yang dimilikinya, seorang kapitalis terus memproduksi berbagai komoditi pokok yang dibutuhkan masyarakat. Di sisi lain masyarakat tidak memiliki modal sehingga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan produksi kebutuhan sehari – harinya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari – harinya, masyarakat sangat tergantung pada komoditi yang dihasilkan dari industri kapitalis.

Kaum kapitalis melihat peluang tersebut sebagai lahan untuk meperbesar industrinya dengan terus menghasilkan komoditi. Semakin banyak komoditi yang di produksi, semakin murah harga jual , semakin besar keuntungan yang di peroleh pemilik modal, masyarakat semakin di untungkan sehingga masyarakat semakin bergantung pada industri tersebut. Semakin besar perusahaan, akan semakin banyak membutuhkan tenaga ahli dan pekerja buruh, semakin luas juga lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Terbentuklah hubungan saing ketergantungan antara kaum pemilik modal dan masyarakat.

Marx menilai fenomena ini sebagai bentuk penjajahan terhadap kaum buruh. Ia menganggap kaum buruh bukannya di untungkan dengan terus bekerja pada kaum kapitalis. Namun itu merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja pada kaum buruh. Kaum kapitalis semakin kaya berkat kerja keras para buruh. Para buruh tidak punya pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga terpaksa harus tunduk pada kapitalis. Marx menyebut fenomena itu dengan sebutan “lingkaran setan”.

Marx menganggap perlu adanya revolusi. Dimana kaum buruh harus bergerak melawan kapitalis yang terus menggerogoti tenaganya. Marx mangatakan suatu perubahan tidak akan terjadi jika kaum buruh ini tidak menginginkannya dan tidak melakukan tindakan untuk menghadirkan perubahan. Marx menganggap kekerasan dan pembantaian di bolehkan untuk suatu perubahan besar. menurut Marx, masyarakat liberalisme itu ibaratkan baju yang sudah usang, sudah tidak layak pakai sehingga harus di buang dan diganti dengan yang baru. Mereka yang mempraktekan ajaran Marx inilah yang disebut dengan penganut paham sosialis komunis.


Senin, 23 Oktober 2017

Kembali Produktif


Let's fight!. Satu satunya masalah utama dalam hidupa gue adalah sensasi dalam kepala gue sendiri. Ya I’m an overthinking. How to fight it? Just stay positive. Lama gue vakum membuat tulisan. Berbagai hal gue lalui selama empat tahun skip menulis. Menyesal? Ya menyesal. Kenapa dari sekian banyak moment manis pahit selama 4 tahun belakangan tidak gue freeze dalam sebuah tulisan? Menyesal ya kenapa gue kalah sama pikiran macam – macam yang pada akhirnya bikin gue gak produktif.

Here now I’m back. Sebisa mungkin setiap minggu harus ada yang gue post dalam blog ini. mau itu cur col gak jelas. Jangan sih! Yg wort it aja laah.. insya allah, ini baru awal permulaan (lagi). Sesungguhnya dan sejatinya gue manusia yang extrovert dan seharusnya juga itu yang menjadi latar belakang utama gue menjadi manusia yang produktif. Ya gue baru sadar selama empat tahun ini sudah masuk golongan orang yang merugi. Sangat merugi. Tapi, gua anggap itu sebagai fase pendewasaan (yg kesekian) dalam hidup gue.

Sedikit gue rangkum kaleidoskop (ciailaah kayak metro tv) yg gue sesalili gak gua catch up dalam memoar (sebenernya gue juga udah agak lupa - lupa sih) tapi sejatinya itu sangat berkesan dan mengubah separuh kehidupan gue yang tadinya tukang galau jadii makin galau (engga deng makin dewasa laaah insya allah)

2014

Awal 2014 gue awali dengan bacakpacker. Untuk pertama kalinya gue ikut backpacker ‘beneran’. Sebelumnya penah sih ke banten ikut acara Travel Writer bareng Gol A gong dan komunitas Backapacker Koprol, tapi lebih ke traveling biasa aja karena yang pertama itu di koordinir dan gak bener – bener ngerasain capeknya jadi bacakpacker “sejati”.

Di awal 2014 itu gue bersama ketiga temen cewek gue. Cucu, Annisa, dan Butet. Mereka adalah teman main gue waktu masih kuliah S1 di UIN Bandung. Cucu dan annisa anak urusan ilmu hukum dan butet temen sekelas gue di jurnalistik. Januari 2014 kita awali dengan kenekatan kita cewek ber empat jalan ke jawa timur (naik kereta mksdnya) berbekal info yang kita akses dari internet. Untuk detail perjalanan gue selama backapackeran di jatim Insya allah akan di rangkum dalam tulisan khusus nanti yaa..

Ternyata menjadi backpacker itu tidak seindah keliatannya orang – orang banyak posting di medsos. Untuk mendapatkan angle dan view ruaar biasa indah itu banyak pengorbanan dan jerih payah yang harus di tempu (lebay banget). Up side down mood kerasa banget. Harus banyak banyakin sabar kalo lagi bacakpackeran itu. Hal itu baru gue sadar banyak orang bilang semakin kita banyak melakukan perjalanan semakin kita jadi dewasa. And That’s truly what I feel.

Sealnjutnya, di 2014 juga adalah masa – masa dimana gue pertama kali megenal dunia kerja jadi jurnalis ‘beneran’. Pertengahan tahun itu kampus mewajidkan mahasiswa jurnalistik ikut job training di media, gue jobtre di gramedia majalah (salah satu anak perusahan kompas gramedia) suka duka menjadi seorang jurnalis sedikitnya pernah gue cicipi di masa itu. Indah? Iya karena gue banyak ketemu hal baru dan banyak dapet kenalan baru, selain itu gue dapet kesempatan yang langka dimana saat itu bisa ketemu orang –orang kece dari mulai artis – artis sampe pejabat dan para tokoh elite politik.

Selain itu, juga untuk pertama kalinya, gue merasakan the truly atmosphere ibu kota yang kadang nyenengin dan bikin excited dan lebih sering bikin jengkel karena transportasi publilknya yang masih aburadul. Setiap hari di jam berangkat dan pulang kantor gue merasakan Indahnya transit di halte Harmoni (yang pernah ngerasain boleh ngacung).

2,5 bulan kehidupan manis pahit sebagai jurnalis gue jalani di ibukota tercinta jekardah. Setidaknya berkat tugas liputan-liputan yang ‘masih’ diarahkan sama redaktur itu,  gue jadi pernah negrasain masuk ke diskotik. Eits, bukan untuk dugem atau macem - macem tapi yaa.. kebetulan 2x gue pernah ditugaskan meliput launching produk handphone terbaru (yg waktu itu blm tau tempatnya jadi naik taxi) dan ternyata menuju ke sebuah diskotik besar di kawasan SCBD dan FX Sudirman. Tapi so far itu indah berkesan dan seru.  


Bersambung…

Kamis, 18 April 2013

Artikel : Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Kelurga



Anak merupakan anugerah terindah bagi setiap pasangan suami isteri. Kehadiran seorang anak biasanya sangat dinantikan dan kerap dijadikan tumpuan harapan setiap orangtua. Namun tidak sedikit kelahiran seorang anak itu justru menjadi batu sandungan bagi sebagian orang. Mereka yang tidak mengharapkan kehadiran seorang anak bukan hanya meraka yang melakukan hubungan diluar nikah lalu hamil. Bisa jadi mereka yang justru menikah secara sah namun merasa belum ingin memiliki anak karena terlalu sibuk dan fokus pada pekerjaan. Orang yang sering di sebut workaholic ini menjadikan pekerjaannya sebagai prioritas utama dan menomorduakan keluarga. Adapun kasus lain mengenai workaholic yang memiliki anak mereka tidak mampu mempertahankan kekokohan berumah tangga hingga pada akhirnya anaknyalah yang menjadi korban.

Di sisi lain, ada juga sebagian orang yang justru sukses dalam pekerjaan dan keluarganya. Mereka adalah orang-orang yang mampu membagi waktunya dengan baik antara pekerjaan dan keluarga terutama dalam mendidik anak. Seorang ibu memang idealnya tinggal di rumah sepenuhnya untuk mengawasi dan mendidik anaknya, namun, tidak salah juga jika seorang wanita juga ingin berkarir. Menjadi wanita karir? Tidak ada salahnya selagi masih dalam batasan tertentu dan tidak berlebihan apalagi sampai mengabaikan anak. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan fase golden age yang tidak boleh di lalaikan oleh setiap orangtua. Pasangan suami isteri sudah seharusnya sinkron dan saling berkejasama dalam mendidik anak. Misalnya, seorang ibu yang berprofesi sebagai dokter masih bisa mendidik anaknya tanpa harus mengabaikan pekerjaannya. Si ibu bisa saja membuka praktek di rumahnya, dengan begitu si ibu selain bisa bekerja, juga bisa tetap memprioritaskan waktu untuk anaknya.

Quality time, itu penting bagi setiap pasangan orangtua yang sibuk bekerja. Seorang ayah pun harus memiliki prioritas waktu untuk keluarga khususnya anak. Misalnya, seorang ayah yang memiliki perkerjaan yang banyak menyita waktu, Haruslah meluangkan waktunya satu atau dua hari dalam seminggu dimana dia bisa berkumpul, bercengkrama dan berlibur bersama anak dan isterinya. Quality time biasanya menjadi momoen yang paling di tunggu-tunggu bagi setiap keluarga. Quality time ini haruslah di jaga dan terus di pertahankan agara komunikasi dalam keluarga berjalan dengan baik. Pasangan orangtua seperti ini idealnya dapat menjadi panutan bagi pasangan orangtua muda yang baru mengarungi bahtera rumah tangga.

Seorang manusia terlahir kedunia dalam keadaan suci, tidak mengerti dan mengenal suatu apapun termasuk orangtuanya. Seorang anak akan tumbuh menjadi cerdas, percaya diri, berprestasi, ceria dan mudah bergaul atau menjadi seorang yang introvert, tidakpercaya diri, kurang berprestasi di kelas dan tidak mudah bergaul. Semua itu tergantung dari polah didik dan pola asuh orangtuanya. Pendidikan orangtua merupakan faktor utama dalam tumbuh kembang seorang anak. Seseorang dengan berpendidikan baik dan berasal dari keluarga dengan pola asuh baik,  dapat dipastikan juga akan menerapkan pola asuh yang baik untuk ananknya kelak. Namun sebaliknya seseorang yang berpendidikan rendah, berasal dari keluarga yang broken home, yang melakukan pernikahan dini, dan kurangnya pengalaman. Orang seperti itu dapat dipastikan akan kewalahan dalam mendidik anaknya kelak.

Dalam mendidik anak, orang tua tidak boleh sembarangan menerapkan pola asuh. Tidak sedikit para orang tua yang baru pertamakali memiliki anak, dalam memperlakukan anaknya tidak menggunakan pertimbangan. Sebagai contoh seorang ibu yang sedang mengobrol asik dengan temannya tiba-tiba anaknya yang berusia balita merengek kepadanya dan meminta uang jajan, karena sang ibu tidak ingin terganggu dengan rengekan anaknya maka dia dengan begitu saja memberikan uang kepada anaknya setiap kali anaknya meminta jajan. Walhasil saat dewasa nanti si anak ini akan kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Dia merasa apa yang dia butuhkan pastilah diberikan oleh ibunya jadi dia tidak usah bersusah payah memikirkan sulitnya mendapatkan uang. Di saat seperti ini jika suatu ketika si anak harus dihadapkan pada pergaulan sekolah umum dimana teman-temannya datang dari berbagai kalangan. Dapat dipastikan anak ini akan lebih apatis dibandingkan temannya yang sedari kecil diajarkan untuk menghargai uang dan diajarkan bagaimana susahnya orangtua mencari uang.

Pemberian reward and punishment juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Dengan begitu si anak akan lebih bertanggungjawab dan konsekuen dalam bertindak. Namun dalam melakukan punishment baiknya diberikan hukuman yang sifatnya mendidik dan jangan yang melibatkan aktivitas fisik berlebihan. Contohnya dalam suatu sekolah salah satu siswa datang terlambat,  sebagai guru baiknya tidak memberikan hukuman seperti di jemur di lapangan atau berdiri di depan kelas di hadapan teman-temannya, karena nantinya akan membuat siswa yang di hukum merasa dipermalukan dan merasa rendah diri. Baiknya punishment ini diberikan dengan cara memberikan pelajaran tambahan untuk siswa yang datang terlambat agar juga menambah kemampuan belajar siswa itu. Reward yang diberikan juga baiknya yang bersifat mendidik dan memicu siswa untuk bersaing secara sehat. Contohnya dalam suatu keluarga, orang tua membuat peraturan bagi anak-anaknya yang rajin belajar dan berprestasi akan di berikan hadiah setiap akhir semester.

Pola asuh yang buruk pada anak dapat mempengaruhi perkembangan anak pada masa remaja hingga dewasa. Jika sejak kecil seorang anak dididik dengan pola otoriter. Dimana orangtua lah yang berkuasa atas segala hal yang dilakukan anaknya tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan si anak. Maka dapat di pastikan anak itu akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri, takut untuk mencoba sesuatu yang baru, dan minder. Jika seorang anak sudah memiliki kecenderungan seperti itu maka akan sulit baginya untuk bergaul di lingkungan teman-teman sebayanya.

Keluarga merupakan tempat dimana seseorang mulai membentuk dan menemukan karakter dirinya. Dalam sebuah keluarga seorang anak memerlukan peranan orangtua dalam setiap fase perkembangan fisik dan psikisnya. Mulai dari masa prenatal sejak dalam kandungan, usia pra sekolah, usia sekolah dasar, remaja, dan dewasa, Orang tua menjadi tumpuan seorang anak yang dapat mengarahkan perkembangannya. Sejak masa prenatal atau masa sebelum kelahiran secara psikologis seorang anak sudah mulai bisa diarahkan.

Seorang ibu yang sejak mengandung tidak menanamkan pola hidup sehat maka akan berakibat pada pertumbuhan fisik anaknya kelak setelah dilahirkan. Bisa jadi anaknya mengalami kelainan seperti terlahir sangat kecil bahkan terlahir cacat, karena sang ibu saat mengandung tidak pernah mengkonsumsi vitamin dan makanan yang menyehatkan. Kemudian jika pada masa kehamilan seorang ibu rajin mengkonsusmsi makanan sehat, rajin memperdengarkan musik klasik melalui earphone dan melakukan olahraga ibu hamil secara teratur, makan dapat dipastikan anaknya kelak akan tumbuh menjadi anak yang tidak hanya sehat tapi juga cerdas. Karena menurut para ahli, dengan sering memperdengarkan musik klasik pada saat bayi di dalam kandungan maka akan meningkatkan kecerdasan otak si jabang bayi. Karena musik klasik sendiri dapat memberikan ketenangan bagi pendengarnya. (RR)

Jumat, 12 April 2013

Eiffel Tower

Paris, 07-01-2013

Even it was a couple months ago, how surprise when I open my twitt and I got this pic.. it was exciting me.. hope I'll be there soon.. as your wish on the note :) thank you



Sabtu, 30 Maret 2013

Kisah si Pa'i

Assalamu'alaikum...
Selamat siang sahabat blogger dimanapun berada...

Alhamdulillah di siang hari yang cerah ini mood saya untuk nge blog sedang bertamu. Di ahad siang yang ceria ini begitu banyak tugas kampus yang menumpuk di hadapan saya. Mulai dari tugas UTS filsafat take home, Nulis feature, Ngafalin materi untuk UTS Komunikasi Massa, Searching bahan untuk persiapan UTS penulisan Artikel dan masih segudang tugas lainnya yang kini sudah masuk waiting list di binder kuliah. Di tengah kepenatan ini tiba-tiba saya jadi agak home sick pas tadi buka-buka FB dan liat album foto my family. saya jadi teringat cerita ibu beberapa minggu lalu pas pulkam.

jadi begini, cerintanya datang dari Fachri atau biasa di panggil pa'i, adik bungsu saya, Beberapa minggu lalu. Bocah kelas tiga SD ini sekolah di salah satu SD Islam Terpadu di Sukabumi. Seperti banyak di ketahui kebanyakan sekolah yang berlabel IT atau Islam Terpaadu memiliki kurikulum tersendiri. Ada yang berbasis boarding school dan full day school. Nah, sekolah si pa'i ini berbasis full day school yang berarti sekolah yang jam belajarnya hampir seharian penuh alias padaaaaat dari jam 07.00 sampai dengan jam 16.oo. 

Bukan tanpa alasan ibu dan bapak menyekolahkan pa'i di sekolah yang full day. Selain karena berharap mendapatkan pendidikan agama yang  lebih, juga karena rutinitas ibu dan bapak yang padat sehingga sedikit memiliki waktu luang. Agar mendapatkan pendidikan yang maksimal, karena itu kegiatan pai dipadatkan tidak hanya di sekolah tapi juga di berbagai tempat les. Dari mulai les bahasa inggris, bela diri wushu, renang, dan konon katanya tahun depan mau di tambah bimbel plus aritmatika fiiuuuhh banyakk beud yah?! 

karena jarak dari rumah ke sekolah yang lumayan jauh, uga karena kedua orang tuaku tidak memiliki waktu lebih untuk mengantar jemput, hingga akhirnya si pa'i ikut mobil jemputan siswa sekolahnya. Dan kebanyakan anak yang ikut program jemputan itu bernasib serupa seperti si pa'i. Karena rute terjauh adalah rumahky, maka si pa'i selalu mendapat giliran jemputan paling awal dan pulang paling akhir. Setiap harinya pa'i harus berangkat jam 06.00 dan baru pulang ke rumah sekitar jam 16.30 atau bahkan 17.00
Pernah suatu ketika si pa'i mengeluh "bu, pa'i kalo udah nyampe kelas suka ngantuk" ibu tidak menjawab, hanya tersenyum lalu memeluk bocah itu. meskipun ibu tahu si pa'i mengantuk pasti karena kelelahan di jalan. tapi ibu punya alasan mengapa mempertahankan schedule padatnya si pa'i. 

Suatu ketika dihari rabu, seperti biasanya si pa'i berangkat ke sekolah. Namun tiba-tiba di siang hari ibu mendapat telepon dari guru sekolah pa'i dan mengabarkan kalau pa'i mengeluh sakit perut dan pusing sehingga tidak ikut pelajaran di kelas. Sontak ibu kaget dan menelepon bapak sopir jemputan si pa'i supanya menjemput si pa'i lebih awal. Tidak lama kemudian pak sopir menelepon ibu dan bilang kalau si pa'i ngotot ngak mau pulang sama pak sopir dan maunya cuma di jemput sama ibu dan bapak. 

karena panik luar biasa ibu kemudian menelepon bapak untuk pulang, tidak lama kemudian orangtuaku bergegas menuju sekolah si pa'i. Sampai di ruang UKS sekolah tiba-tiba si pa'i berlari menangis sambil memeluk ibu. Sejenak ibu menenangkan anak itu. lalu bapak bergegas menggendong si pa'i ke dalam mobil. 
dalam perjalanan pulang pa'i tertidur pulas di dalam mobil. Sesampainya di rumah ibu bertanya pada pa'i
"pa'i kenapa tadi nagis? mana yang sakit?" tanya ibu
pa'i diam sambil menggeleng, dan tidak lama kemudian keluar suara dari mulutnya "buuuu pa'i teh pengen di jemput sama ibu sekaliiiii aja" 
seperti tersengat listrik saat mendengar perkataan pa'i ibu sontak memeluk anak itu lalu bilang "iya sayang .. mulai minggu depan tiap hari rabu, pa'i ngak usah ikut jemputan yaa nanti di jemput sama ibu sama bapak". tanpa sadar bulir air mata yang semula menggenang di pelupuk mata ibu bergulir sedikit-demi sedikit..