Anak
merupakan anugerah terindah bagi setiap pasangan suami isteri. Kehadiran
seorang anak biasanya sangat dinantikan dan kerap dijadikan tumpuan harapan
setiap orangtua. Namun tidak sedikit kelahiran seorang anak itu justru menjadi
batu sandungan bagi sebagian orang. Mereka yang tidak mengharapkan kehadiran
seorang anak bukan hanya meraka yang melakukan hubungan diluar nikah lalu
hamil. Bisa jadi mereka yang justru menikah secara sah namun merasa belum ingin
memiliki anak karena terlalu sibuk dan fokus pada pekerjaan. Orang yang sering
di sebut workaholic ini menjadikan
pekerjaannya sebagai prioritas utama dan menomorduakan keluarga. Adapun kasus
lain mengenai workaholic yang
memiliki anak mereka tidak mampu mempertahankan kekokohan berumah tangga hingga
pada akhirnya anaknyalah yang menjadi korban.
Di
sisi lain, ada juga sebagian orang yang justru sukses dalam pekerjaan dan
keluarganya. Mereka adalah orang-orang yang mampu membagi waktunya dengan baik
antara pekerjaan dan keluarga terutama dalam mendidik anak. Seorang ibu memang
idealnya tinggal di rumah sepenuhnya untuk mengawasi dan mendidik anaknya, namun,
tidak salah juga jika seorang wanita juga ingin berkarir. Menjadi wanita karir?
Tidak ada salahnya selagi masih dalam batasan tertentu dan tidak berlebihan
apalagi sampai mengabaikan anak. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak
merupakan fase golden age yang tidak
boleh di lalaikan oleh setiap orangtua. Pasangan suami isteri sudah seharusnya
sinkron dan saling berkejasama dalam mendidik anak. Misalnya, seorang ibu yang
berprofesi sebagai dokter masih bisa mendidik anaknya tanpa harus mengabaikan
pekerjaannya. Si ibu bisa saja membuka praktek di rumahnya, dengan begitu si
ibu selain bisa bekerja, juga bisa tetap memprioritaskan waktu untuk anaknya.
Quality time,
itu penting bagi setiap pasangan orangtua yang sibuk bekerja. Seorang ayah pun
harus memiliki prioritas waktu untuk keluarga khususnya anak. Misalnya, seorang
ayah yang memiliki perkerjaan yang banyak menyita waktu, Haruslah meluangkan
waktunya satu atau dua hari dalam seminggu dimana dia bisa berkumpul,
bercengkrama dan berlibur bersama anak dan isterinya. Quality time biasanya menjadi momoen yang paling di tunggu-tunggu
bagi setiap keluarga. Quality time ini
haruslah di jaga dan terus di pertahankan agara komunikasi dalam keluarga
berjalan dengan baik. Pasangan orangtua seperti ini idealnya dapat menjadi
panutan bagi pasangan orangtua muda yang baru mengarungi bahtera rumah tangga.
Seorang
manusia terlahir kedunia dalam keadaan suci, tidak mengerti dan mengenal suatu
apapun termasuk orangtuanya. Seorang anak akan tumbuh menjadi cerdas, percaya
diri, berprestasi, ceria dan mudah bergaul atau menjadi seorang yang introvert, tidakpercaya diri, kurang
berprestasi di kelas dan tidak mudah bergaul. Semua itu tergantung dari polah
didik dan pola asuh orangtuanya. Pendidikan orangtua merupakan faktor utama
dalam tumbuh kembang seorang anak. Seseorang dengan berpendidikan baik dan
berasal dari keluarga dengan pola asuh baik,
dapat dipastikan juga akan menerapkan pola asuh yang baik untuk ananknya
kelak. Namun sebaliknya seseorang yang berpendidikan rendah, berasal dari
keluarga yang broken home, yang
melakukan pernikahan dini, dan kurangnya pengalaman. Orang seperti itu dapat
dipastikan akan kewalahan dalam mendidik anaknya kelak.
Dalam
mendidik anak, orang tua tidak boleh sembarangan menerapkan pola asuh. Tidak
sedikit para orang tua yang baru pertamakali memiliki anak, dalam memperlakukan
anaknya tidak menggunakan pertimbangan. Sebagai contoh seorang ibu yang sedang
mengobrol asik dengan temannya tiba-tiba anaknya yang berusia balita merengek
kepadanya dan meminta uang jajan, karena sang ibu tidak ingin terganggu dengan
rengekan anaknya maka dia dengan begitu saja memberikan uang kepada anaknya
setiap kali anaknya meminta jajan. Walhasil saat dewasa nanti si anak ini akan
kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Dia merasa apa yang dia butuhkan
pastilah diberikan oleh ibunya jadi dia tidak usah bersusah payah memikirkan
sulitnya mendapatkan uang. Di saat seperti ini jika suatu ketika si anak harus
dihadapkan pada pergaulan sekolah umum dimana teman-temannya datang dari
berbagai kalangan. Dapat dipastikan anak ini akan lebih apatis dibandingkan
temannya yang sedari kecil diajarkan untuk menghargai uang dan diajarkan
bagaimana susahnya orangtua mencari uang.
Pemberian
reward and punishment juga dapat
diterapkan dalam mendidik anak. Dengan begitu si anak akan lebih
bertanggungjawab dan konsekuen dalam bertindak. Namun dalam melakukan punishment baiknya diberikan hukuman
yang sifatnya mendidik dan jangan yang melibatkan aktivitas fisik berlebihan.
Contohnya dalam suatu sekolah salah satu siswa datang terlambat, sebagai guru baiknya tidak memberikan hukuman
seperti di jemur di lapangan atau berdiri di depan kelas di hadapan
teman-temannya, karena nantinya akan membuat siswa yang di hukum merasa
dipermalukan dan merasa rendah diri. Baiknya punishment ini diberikan dengan cara memberikan pelajaran tambahan
untuk siswa yang datang terlambat agar juga menambah kemampuan belajar siswa
itu. Reward yang diberikan juga
baiknya yang bersifat mendidik dan memicu siswa untuk bersaing secara sehat.
Contohnya dalam suatu keluarga, orang tua membuat peraturan bagi anak-anaknya
yang rajin belajar dan berprestasi akan di berikan hadiah setiap akhir
semester.
Pola
asuh yang buruk pada anak dapat mempengaruhi perkembangan anak pada masa remaja
hingga dewasa. Jika sejak kecil seorang anak dididik dengan pola otoriter.
Dimana orangtua lah yang berkuasa atas segala hal yang dilakukan anaknya tanpa
terlebih dahulu mendiskusikannya dengan si anak. Maka dapat di pastikan anak
itu akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri, takut untuk mencoba sesuatu
yang baru, dan minder. Jika seorang anak sudah memiliki kecenderungan seperti itu
maka akan sulit baginya untuk bergaul di lingkungan teman-teman sebayanya.
Keluarga
merupakan tempat dimana seseorang mulai membentuk dan menemukan karakter
dirinya. Dalam sebuah keluarga seorang anak memerlukan peranan orangtua dalam
setiap fase perkembangan fisik dan psikisnya. Mulai dari masa prenatal sejak
dalam kandungan, usia pra sekolah, usia sekolah dasar, remaja, dan dewasa,
Orang tua menjadi tumpuan seorang anak yang dapat mengarahkan perkembangannya.
Sejak masa prenatal atau masa sebelum kelahiran secara psikologis seorang anak
sudah mulai bisa diarahkan.
Seorang
ibu yang sejak mengandung tidak menanamkan pola hidup sehat maka akan berakibat
pada pertumbuhan fisik anaknya kelak setelah dilahirkan. Bisa jadi anaknya
mengalami kelainan seperti terlahir sangat kecil bahkan terlahir cacat, karena
sang ibu saat mengandung tidak pernah mengkonsumsi vitamin dan makanan yang
menyehatkan. Kemudian jika pada masa kehamilan seorang ibu rajin mengkonsusmsi
makanan sehat, rajin memperdengarkan musik klasik melalui earphone dan melakukan olahraga ibu hamil secara teratur, makan
dapat dipastikan anaknya kelak akan tumbuh menjadi anak yang tidak hanya sehat
tapi juga cerdas. Karena menurut para ahli, dengan sering memperdengarkan musik
klasik pada saat bayi di dalam kandungan maka akan meningkatkan kecerdasan otak
si jabang bayi. Karena musik klasik sendiri dapat memberikan ketenangan bagi
pendengarnya. (RR)
"Entar ah, belum direvisi sama si bapak..." ujar reztya hanami saat dimintai keterangan terkait artikel yang akan diposting.
BalasHapushihihihiiiii :D
ahaha wahai saepul hamdi.. jadi anda sudah membacanya? mangga atuh di revisinya sm bapak saepul hamdi saja :D
BalasHapus